Minggu, 15 Desember 2019

Pengalaman dipermainkan Rumah Sakit



Pengalaman dipermainkan Rumah Sakit


Kali ini Ane mau share pengalaman Ane saat berobat ke rumah sakit. Yang notabenenya berobat itu karena menginginkan kesembuhan namun malah memperburuk penyakit itu sendiri. “Lha kok bisa?” Jadi begini ceritanya, Simak baik baik!
Suatu hari Ane mau berobat ke rumah sakit yang jaraknya lumayan dekat dengan rumah, (naik motor juga sampe). Ane mau periksa penyakit apa yang Ane derita selama ini. Awalnya itu tiba tiba mimisan dan muntah darah pedahal sebelumnya Ane belum pernah kena penyakit yang berat paling Cuma pilek, batuk dan penyakit ringan lainnya. Itu terjadi tepat setelah selesai tugas yang diberikan pembina OSIS untuk membantu menginput data calon siswa yang akan masuk SMK. Pada awalnya semuanya berjalan lancar. Namun saat dijalan hendak pulang tiba tiba darah keluar dari hidung dan mulut.
Tak lama setelah kejadian itu. Ane pikir ini harus diperiksa langsung ke rumah sakit karena tak mungkin di sebuah klinik alat alat periksanya komplit. Namun ternyata tak bisa karena Ane peserta bpjs tidak bisa langsung ke rumah sakit harus mengikuti prosedur yang sudah diatur oleh bpjs. Pertama harus mendapatkan rujukan Dokter terlebih dahulu. Diperiksakanlah ke sebuah klinik terdekat Di klinik pun Ane dan Ibu Ane harus menunggu terlebih dahulu mengingat kebanyakan pasien disini adalah peserta bpjs juga. Berselang beberapa lama Nama Ane pun disebut oleh dokter. Dan benar saja disana Ane Cuma diperiksa biasa dan dokter pun memberi surat rujukan untuk ke diperiksa ke rumah sakit yang tempatnya dekat dengan rumah.
Ane kira bisa langsung antri untuk pemeriksaan oleh dokter. Namun harus mengurus persyaratan bpjs dan mendaftar pemeriksaan dokter, baru setelah itu dapat nomor antrian untuk diperiksa dokter. Antrian pendaftaran pasien bpjs lumayan banyak mungkin karena saat itu Ane datang ke rumah sakitnya agak siang. Lama kemudian akhirnya beres dan nama Ane pun disebut oleh petugas pendaftaran dan ternyata dokter yang Ane mau temuin lagi gak ada. Sang petugas pun menyarankan untuk menitipkan berkasnya supaya besok bisa tinggal mengambil nomor antrian ke dokter. Dan Ane pun menitipkannya pada petugas.
Keesokan harinya ane langsung duduk diantrian tempat dokter spesialis THT. Dan Ane datangnya kepagian. Dokkternya masuk jam 9 pagi. Setelah diperiksa beberapa kali oleh dokter dengan alat yang ada di rumah sakit akhirnya ketahuan penyakit yang Ane deriita. Dengan penuh pertimbangan dokter mendiagnosa Ane terkena tumor pembuluh darah di hidung. Jalan satu satunya mengobati penyakit itu adalah dengan di operasi. Dan di rumah sakit dekat rumah Ane ini tidak ada alatnya. Alhasil harus dirujuk, Dokter memberi rujukan ke rumah sakit pusat kota yang katanya alatnya lebih komplit.
Tak lama Ane pun pergi ke rumah sakit pusat itu. Ane berangkat dari rumah setelah sholat subuh karena katanya rumah  sakitnya selalu penuh. Dan benar saja. Setibanya disana sudah banyak orang mengantri untuk mendaftarkan nomor antrian. Kebanyakan orang yang mengantri itu adalah pasien bpjs juga sama seperti Ane.
Suasana didalam ruangan pendaftaran itu panas dan sesak karena banyaknya orang yang ada didalamnya. Ane melihat banyak sekali orang yang terlihat sakit terlantar di Lorong tempat pendaftaran, dari mulai orang yang berdiri, duduk bahkan ada juga yang terbaring di Kasur rumah sakit. Ane tak tahu mengapa orang sakit itu ikut ikutan berada disini bukan di tempat yang seharusnya. Dan disana ada ruangan tunggu dengan beberapa kursi yang tak sebanding dengan jumlah kerumunan orang di sana, Tapi untungnya ada satu kursi yang kosong, Ane duduk di kursi itu bersebelahan orang yang matanya diperban sementara Ibu Ane mengantri.
Sekitar kurang lebih 3 jam Ane menunggu Ibu Ane selesai melakukan pendaftaran. Ane pun pergi ke Poli Spesialis THT yang berada dilantai 2 dengan penuh kebingungan pasalnya kurangnya penunjuk jalan dan bangunannya yang tidak teratur, mungkin karena bangunannya yang sudah lama. Bahkan sudah ada sebelum Bapak Ane lahir.
Setelah sampai di Poli THT Ane pun menyerahkan berkas berkas ke staff THT. Sambil menunggu Ane memakan bekal yang belum sempat dimakan. Ada hal yang membuat Ane terheran heran. Yaitu kenapa ada pedagang yang jualan di rumah sakit?.
Hah gak salah?
Enggak kok, asli Ini beneran ada. Dari mulai pedagang makanan sampai pedagang koran semuanya ada dan sepertinya petugas disana tidak melarang mereka berjualan. Bukannya gak boleh sihh jualan boleh sih boleh, tapi kan ada tempatnya bukan di dalam rumah sakit juga kasihan pasien yang sedang sakit harus mendengar suara bising teriakan para pedagang yang menjajakan barangnya. Dan bukan hanya itu keanehan yang terdapat di rumah sakit ini. Banyak dokter yang terlihat masih muda lengkap dengan jas putihnya mondar mandir. Ane pikir itu adalah hal yang bagus. Di rumah sakit ini banyak dokter yang menanganinya. Begitulah yang ada dipikiran sebelum nama Ane dipanggil.
Namun itu berubah setelah salah satu dokter memanggil nama Ane. Ane kira Dokter itu adalah seorang Dokter professional yang memang sudah ahlinya. Dan ternyata setelah dilihat dengan seksama di jas dokternya itu ada sebuah tulisan Universitas kedokteran di kota  Ane. Ane akhirnya tahu bahwa Dokter itu adalah Dokter magang. Ya seorang Mahasiswa jurusan kedokteran yang sedang menjalankan masa Praktek Kerja Lapangan (PKL). Pantas saja begitu mencurigakan tak mungkin banyak dokter yang datang dihari yang sama. Bisasanya Dokter bekerja sesuai jadwal kerja yang telah ditetapkan.
  Ane pun diajak mengikutinya masuk kedalam ruangan pemeriksaan. Ane kira keanehan itu cukup sampai disitu dan ternyata tidak. Ruangan pemeriksaanya sama anehnya dengan Dokternya. Ruangan itu tak seperti pada ruangan pemeriksaan pada umumnya. Diruangan itu terdapat beberapa pasien yang sedang diperiksa juga, dengan terpisahkan hanya dibatasi skat kayu triplek seperti halnya warnet. Pembicaraan pasien dengan dokter magang lain pun terdengar dari masing masing skat.
Ane mencoba memakluminya karena ini adalah rumah sakit besar. Pemeriksaan pun dimulai, Dokter magang itu mulai memeriksa seperti biasa. Dan mulai menanyakan apa keluhan ku. Ibu Ane yang menjelaskannya paanjang lebar. Dokter magang itu hanya mengangguk dan menanyakan apa yang kurang jelas mencoba memahami penyakit yang Ane kira. Ane kira rekam medis dari rumah sakit sebelumnya bisa langsung dilanjutkan. Tapi ternyata tidak dokter magang itu seenaknya memeriksa hidung Ane. Dokter magang itu seenaknya memasukan  alat untuk melihat kedalam hidungku tanpa perasaan. Rasanya seperti menjadi bahan penelitian dokter magang.
Beberapa Hari pun berlalu untuk diteliti oleh dokter dan hari untuk operasi pun sudah mulai di depan mata. Begitu pikir Ane. Namun ternyata tidak. Di rumah sakit itu Ane harus bolak balik kesana kesini dari mulai spesialis bedah mulut sampai anastesi yang biasanya dikerjakan oleh suster. Di rumah sakit ini hamper seluruh kebutuhan pasien dikerjakan secara mandiri oleh pasien atau keluarga pasien itu sendiri.
Hal hal aneh pun Ane alami di rumah sakit ini. Tak terhitung jumlahnya. Selain dokter magangnya yang belum berpengalaman berpraktek. Dokter yang sudah berpengalaman juga ada namun kebanyakan sombong tidak ramah begitu pula dengan staf stafnya yang lain. Sangat berbeda dengan rumah sakit tempat Ane dirawat sebelumnya. Ane kira dengan masuk ke rumah sakit negeri yang notabenenya digaji pemerintah bisa dapat pelayanan yang lebih baik melebihi rumah sakit swasta namun anggapan Ane itu salah semenjak masuk rumah sakit itu. Pasien yang menggunakan BPJS dengan yang umumnya juga diperlakukan secara berbeda. Seolah Pasien BPJS itu pasien buangan yang ingin mendapatkan pelayanan gratis. Pedahal kenyataannya tidak seperti itu, BPJS Ane adalah BPJS ketenagakerjaan yang dibayarkan oleh perusahaan Ayah Ane setiap bulan dari potongan gaji jadi tak mungkin menunggak.
Selain pelayanannya yang buruk itu. Fasilitas dan bangunannya kurang diperhatikan. Entaah apa yang selama ini dikerjakan pengelola rumah sakit itu. Hal pertama adalah WC yang sangat buruk antara Pria dan Wanita. WC nya dicampur dengan jumlah WC yang sedikit dibandingkan orang orang yang datang ke rumah sakit itu jadi harus mengantri cukup lama. Lalu mushola nya yang sangat kecil sekali dan kurang terawatt bahkan waktu itu Ane sedang sholat ada kecowa lewat mengganggu Ane dan otomatis sholat menadi tidak khusyuk.
Karena Lelah dipermainkan rumah sakit. Bukannya malah sembuh namun makin menambah stress dan tekanan batin. Ane pun memutuskan untuk berhenti datang ke rumah sakit buruk itu dan mencari pengobatan alternarif.
Ya, itulah pengalaman masuk rumah sakit buruk yang pernah Ane alami. Ini Cuma sharing doang. Jika ada kritik dan saran serta masukan langsung aja komen dikolom komentar

Terimakasih Telah berkunjung





Tidak ada komentar:

Posting Komentar