Pengalaman dipermainkan Rumah Sakit
Kali ini Ane mau share pengalaman Ane saat berobat ke
rumah sakit. Yang notabenenya berobat itu karena menginginkan kesembuhan namun
malah memperburuk penyakit itu sendiri. “Lha kok bisa?” Jadi begini ceritanya,
Simak baik baik!
Suatu hari Ane mau berobat ke rumah sakit yang
jaraknya lumayan dekat dengan rumah, (naik motor juga sampe). Ane mau periksa
penyakit apa yang Ane derita selama ini. Awalnya itu tiba tiba mimisan dan
muntah darah pedahal sebelumnya Ane belum pernah kena penyakit yang berat
paling Cuma pilek, batuk dan penyakit ringan lainnya. Itu terjadi tepat setelah
selesai tugas yang diberikan pembina OSIS untuk membantu menginput data calon
siswa yang akan masuk SMK. Pada awalnya semuanya berjalan lancar. Namun saat
dijalan hendak pulang tiba tiba darah keluar dari hidung dan mulut.
Tak lama setelah kejadian itu. Ane pikir ini harus
diperiksa langsung ke rumah sakit karena tak mungkin di sebuah klinik alat alat
periksanya komplit. Namun ternyata tak bisa karena Ane peserta bpjs tidak bisa
langsung ke rumah sakit harus mengikuti prosedur yang sudah diatur oleh bpjs.
Pertama harus mendapatkan rujukan Dokter terlebih dahulu. Diperiksakanlah ke
sebuah klinik terdekat Di klinik pun Ane dan Ibu Ane harus menunggu terlebih
dahulu mengingat kebanyakan pasien disini adalah peserta bpjs juga. Berselang
beberapa lama Nama Ane pun disebut oleh dokter. Dan benar saja disana Ane Cuma
diperiksa biasa dan dokter pun memberi surat rujukan untuk ke diperiksa ke
rumah sakit yang tempatnya dekat dengan rumah.
Ane kira bisa langsung antri untuk pemeriksaan oleh
dokter. Namun harus mengurus persyaratan bpjs dan mendaftar pemeriksaan dokter,
baru setelah itu dapat nomor antrian untuk diperiksa dokter. Antrian pendaftaran
pasien bpjs lumayan banyak mungkin karena saat itu Ane datang ke rumah sakitnya
agak siang. Lama kemudian akhirnya beres dan nama Ane pun disebut oleh petugas
pendaftaran dan ternyata dokter yang Ane mau temuin lagi gak ada. Sang petugas
pun menyarankan untuk menitipkan berkasnya supaya besok bisa tinggal mengambil
nomor antrian ke dokter. Dan Ane pun menitipkannya pada petugas.
Keesokan harinya ane langsung duduk diantrian tempat
dokter spesialis THT. Dan Ane datangnya kepagian. Dokkternya masuk jam 9 pagi.
Setelah diperiksa beberapa kali oleh dokter dengan alat yang ada di rumah sakit
akhirnya ketahuan penyakit yang Ane deriita. Dengan penuh pertimbangan dokter
mendiagnosa Ane terkena tumor pembuluh darah di hidung. Jalan satu satunya
mengobati penyakit itu adalah dengan di operasi. Dan di rumah sakit dekat rumah
Ane ini tidak ada alatnya. Alhasil harus dirujuk, Dokter memberi rujukan ke
rumah sakit pusat kota yang katanya alatnya lebih komplit.
Tak lama Ane pun pergi ke rumah sakit pusat itu. Ane berangkat
dari rumah setelah sholat subuh karena katanya rumah sakitnya selalu penuh. Dan benar saja.
Setibanya disana sudah banyak orang mengantri untuk mendaftarkan nomor antrian.
Kebanyakan orang yang mengantri itu adalah pasien bpjs juga sama seperti Ane.
Suasana didalam ruangan pendaftaran itu panas dan
sesak karena banyaknya orang yang ada didalamnya. Ane melihat banyak sekali
orang yang terlihat sakit terlantar di Lorong tempat pendaftaran, dari mulai
orang yang berdiri, duduk bahkan ada juga yang terbaring di Kasur rumah sakit.
Ane tak tahu mengapa orang sakit itu ikut ikutan berada disini bukan di tempat
yang seharusnya. Dan disana ada ruangan tunggu dengan beberapa kursi yang tak
sebanding dengan jumlah kerumunan orang di sana, Tapi untungnya ada satu kursi
yang kosong, Ane duduk di kursi itu bersebelahan orang yang matanya diperban
sementara Ibu Ane mengantri.
Sekitar kurang lebih 3 jam Ane menunggu Ibu Ane
selesai melakukan pendaftaran. Ane pun pergi ke Poli Spesialis THT yang berada
dilantai 2 dengan penuh kebingungan pasalnya kurangnya penunjuk jalan dan
bangunannya yang tidak teratur, mungkin karena bangunannya yang sudah lama.
Bahkan sudah ada sebelum Bapak Ane lahir.
Setelah sampai di Poli THT Ane pun menyerahkan berkas
berkas ke staff THT. Sambil menunggu Ane memakan bekal yang belum sempat
dimakan. Ada hal yang membuat Ane terheran heran. Yaitu kenapa ada pedagang
yang jualan di rumah sakit?.
Hah gak salah?
Enggak kok, asli Ini beneran ada. Dari mulai pedagang
makanan sampai pedagang koran semuanya ada dan sepertinya petugas disana tidak
melarang mereka berjualan. Bukannya gak boleh sihh jualan boleh sih boleh, tapi
kan ada tempatnya bukan di dalam rumah sakit juga kasihan pasien yang sedang
sakit harus mendengar suara bising teriakan para pedagang yang menjajakan
barangnya. Dan bukan hanya itu keanehan yang terdapat di rumah sakit ini.
Banyak dokter yang terlihat masih muda lengkap dengan jas putihnya mondar
mandir. Ane pikir itu adalah hal yang bagus. Di rumah sakit ini banyak dokter
yang menanganinya. Begitulah yang ada dipikiran sebelum nama Ane dipanggil.
Namun itu berubah setelah salah satu dokter memanggil
nama Ane. Ane kira Dokter itu adalah seorang Dokter professional yang memang
sudah ahlinya. Dan ternyata setelah dilihat dengan seksama di jas dokternya itu
ada sebuah tulisan Universitas kedokteran di kota Ane. Ane akhirnya tahu bahwa Dokter itu
adalah Dokter magang. Ya seorang Mahasiswa jurusan kedokteran yang sedang
menjalankan masa Praktek Kerja Lapangan (PKL). Pantas saja begitu mencurigakan
tak mungkin banyak dokter yang datang dihari yang sama. Bisasanya Dokter
bekerja sesuai jadwal kerja yang telah ditetapkan.
Ane pun diajak mengikutinya masuk kedalam
ruangan pemeriksaan. Ane kira keanehan itu cukup sampai disitu dan ternyata
tidak. Ruangan pemeriksaanya sama anehnya dengan Dokternya. Ruangan itu tak
seperti pada ruangan pemeriksaan pada umumnya. Diruangan itu terdapat beberapa
pasien yang sedang diperiksa juga, dengan terpisahkan hanya dibatasi skat kayu
triplek seperti halnya warnet. Pembicaraan pasien dengan dokter magang lain pun
terdengar dari masing masing skat.
Ane mencoba memakluminya karena ini adalah rumah sakit
besar. Pemeriksaan pun dimulai, Dokter magang itu mulai memeriksa seperti
biasa. Dan mulai menanyakan apa keluhan ku. Ibu Ane yang menjelaskannya
paanjang lebar. Dokter magang itu hanya mengangguk dan menanyakan apa yang
kurang jelas mencoba memahami penyakit yang Ane kira. Ane kira rekam medis dari
rumah sakit sebelumnya bisa langsung dilanjutkan. Tapi ternyata tidak dokter
magang itu seenaknya memeriksa hidung Ane. Dokter magang itu seenaknya
memasukan alat untuk melihat kedalam
hidungku tanpa perasaan. Rasanya seperti menjadi bahan penelitian dokter
magang.
Beberapa Hari pun berlalu untuk diteliti oleh dokter
dan hari untuk operasi pun sudah mulai di depan mata. Begitu pikir Ane. Namun
ternyata tidak. Di rumah sakit itu Ane harus bolak balik kesana kesini dari
mulai spesialis bedah mulut sampai anastesi yang biasanya dikerjakan oleh suster.
Di rumah sakit ini hamper seluruh kebutuhan pasien dikerjakan secara mandiri
oleh pasien atau keluarga pasien itu sendiri.
Hal hal aneh pun Ane alami di rumah sakit ini. Tak
terhitung jumlahnya. Selain dokter magangnya yang belum berpengalaman berpraktek.
Dokter yang sudah berpengalaman juga ada namun kebanyakan sombong tidak ramah
begitu pula dengan staf stafnya yang lain. Sangat berbeda dengan rumah sakit
tempat Ane dirawat sebelumnya. Ane kira dengan masuk ke rumah sakit negeri yang
notabenenya digaji pemerintah bisa dapat pelayanan yang lebih baik melebihi
rumah sakit swasta namun anggapan Ane itu salah semenjak masuk rumah sakit itu.
Pasien yang menggunakan BPJS dengan yang umumnya juga diperlakukan secara
berbeda. Seolah Pasien BPJS itu pasien buangan yang ingin mendapatkan pelayanan
gratis. Pedahal kenyataannya tidak seperti itu, BPJS Ane adalah BPJS
ketenagakerjaan yang dibayarkan oleh perusahaan Ayah Ane setiap bulan dari
potongan gaji jadi tak mungkin menunggak.
Selain pelayanannya yang buruk itu. Fasilitas dan
bangunannya kurang diperhatikan. Entaah apa yang selama ini dikerjakan
pengelola rumah sakit itu. Hal pertama adalah WC yang sangat buruk antara Pria
dan Wanita. WC nya dicampur dengan jumlah WC yang sedikit dibandingkan orang
orang yang datang ke rumah sakit itu jadi harus mengantri cukup lama. Lalu
mushola nya yang sangat kecil sekali dan kurang terawatt bahkan waktu itu Ane
sedang sholat ada kecowa lewat mengganggu Ane dan otomatis sholat menadi tidak
khusyuk.
Karena Lelah dipermainkan rumah sakit. Bukannya malah
sembuh namun makin menambah stress dan tekanan batin. Ane pun memutuskan untuk
berhenti datang ke rumah sakit buruk itu dan mencari pengobatan alternarif.
Ya, itulah pengalaman masuk rumah sakit buruk yang
pernah Ane alami. Ini Cuma sharing doang. Jika ada kritik dan saran serta
masukan langsung aja komen dikolom komentar
Terimakasih Telah berkunjung